1. Kurang cukup minum air
Kalau bisa memilih, orang lebih suka jus daripada air, karena air membosankan. Tapi sadarlah, sebagian besar otak terdiri dari air. Jadi, ketika kita kekeringan (dehidrasi), seluruh bagian tubuh mencuri air dari otak supaya tetap menjalankan mekanisme jasmani lainnya.
Artinya, sel-sel otak kekeringan dan menciut, atau menekan tengkorak sehingga kita merasa pusing. Kata Hafeez kepada Mic, “Kuncinya adalah minum sebelum merasa haus. Bawalah sebotol air dan makan buah, yang secara alamiah memang penuh air.”
2. Tidak berolahraga
Otak kita memerlukan dopamine, dan kegiatan jasmani menghasilkannya secara alamiah. Kasihan mereka yang sudah memiliki kadar dopamine yang rendah, karena dopamine itulah yang membuat motivasi diri—seperti orang yang menyeret kita ke gym.”
Ujar Gorgens, “Mau dibilang apa, tapi memang benar. Kegiatan kardiovaskuler membantu pertumbuhan otak. Tidak perlu berlatih seperti mau ikut lomba triathlon. Sebenarnya cukup melalui peningkatan detak jantung selama 60 hingga 120 detik.”
Bisa melalui sejumlah hal, misalnya bersepeda, main bola basket, berjalan-jalan, melakukan seks—semuanya pilihan yang baik untuk menjaga ketajaman otak.
3. Menatap telepon seharian
“Kebiasaan buruk yang dilakukan sepanjang hari oleh orang banyak adalah melihat telepon secara otomatis, tanpa memberikan kesempatan kepada diri sendiri untuk duduk memikirkannya,” kata Hafeez.
“Berulang memeriksa layar tanpa berpikir menguatkan harapan gratifikasi yang segera dan kesulitan menangani keadaan pikiran yang negatif,” lanjutnya.
4. Tidak cukup tidur
Kurang tidur, sebagaimana halnya dengan stres, berakibat luar biasa pada tubuh. Kekurangan itu melemahkan dorongan, mengurangi perhatian, merampas kecepatan otak, ingatan, pembuatan keputusan dan bagaimana bertindak terhadap emosi.
Kata Gorgens kepada Mic, “Kurang tidur benar-benar bersifat racun pada syaraf (neurotoxic) dan pada kaum dewasa muda, hidup mereka ditandai dengan kekurangan tidur yang berkepanjangan.”
“Kita menganggap remeh dampak nyata gangguan tidur pada perkembangan otak, dan kita harus lebih waspada.”
5. Merokok
Nikotin yang ada dalam tembaku merangsang bagian otak yang memancarkan neurotransmitter yang mempengaruhi mood, selera makan, dan rasa nikmat. Tapi nikotin juga meningkatkan risiko stroke, yang terjadi ketika pembuluh darah dalam otak pecah dan bocor, sehingga berpotensi merusak syaraf. Dalam kasus berat, korbannya bisa lumpuh, lemah otot menetap, dan kesulitan bicara atau makan, linglung, dan sulit berkoordinasi.
6. Kelebihan makan
Menyantap lebih daripada yang diperlukan tubuh ikut andil kepada pengerasan arteri sehingga memperlambat kerja otak. Kenyataannya, menurut suatu artikel dalam Maryland Medical Journal, satu-satunya hal yang lebih dahsyat memperkeras arteri daripada makan berlebih adalah penyakit sipilis. Terlalu banyak makan makanan manis dan berlemak secara perlahan dapat menyebabkan perubahan sambungan-sambungan otak yang mengendalikan perilaku makan dan kaitannya dengan reseptor rasa nikmat.
7. Melewatkan sarapan
Dr. Sanam Hafeez, seorang psikolog syaraf dan psikolog sekolah di New York City, menjelaskan kepada Mic, “Orang yang tidak menyantap sarapan akan memiliki kadar gula darah yang rendah. Hal ini berlanjut kepada kurangnya pasokan gizi ke otak sehingga otak mengalami penyusutan seiring dengan berjalannya waktu.”
Suatu makalah tahun 2012 yang dimuat di British Journal of Nutrition menungkapkan bahwa ingatan dan perhatian bisa diperbaiki pada orang dewasa yang makan sarapan rendah gula, misalnya roti bulir, oatmeal dan sereal tinggi serat lainnya.
8. Stress
“Stres memiliki peran tumpang tindih dengan penyalahgunaan zat,” kata Gorgens kepada Mic. “Orang yang mengaku stres tinggi, tertekan, atau mendapat diagnose PTSD, semuanya memiliki ciri serupa, yaitu kehilangan volume otak di bagian hippocampus.”
Pada dasarnya, ketika kita mengidap stres kronis, dampak neurobiologisnya adalah penyusutan otak
9. Menggunakan ekstasi
“Ekstasi adalah bagian dari sejumlah kecil obat yang memang sesungguhnya sampah bagi otak,” kata Dr. Clifford Segil, seorang neulorog di Providence Saint John's Health Center di kota Santa Monica, California.
“Kita memiliki reseptor yang dapat menangani opiate yang dikembangkan oleh perusahaan farmasi. Tapi ekstasi tidak dibuat supaya bisa diterima oleh reseptor dan sebenarnya malah merusak neuron-neuron otak,” jelas ahli saraf tersebut.
10. Penyalahgunaan alkohol
Kecanduan alkohol dan obat sama-sama merusak otak secara jasmani, terutama di bagian depan (frontal lobe). Bagian depan otak adalah tempat semua fungsi eksekusi, pembuatan keputusan, tugas jamak (multitasking), menguasai emosi dan menangani stress.
Dr. Harold Urschel, penulis buku Healing the Addicted Brain, mengatakan kepada Mic, “Ketika seseorang sakit, otak memerintahkan untuk mencari bantuan. Ketika seseorang kecanduan, bagian otak yang bertugas meminta bantuan tadi telah cedera. Orang kecanduan adalah orang yang tidak sadar telah bermasalah. Mirip halnya dengan Alzheimer, yaitu penderitanya tidak mengetahui sedang mengidapnya sehingga menjadi semakin parah.”
Lebih mengerikan lagi, kecanduan juga berdampak kepada sistem limbic di bagian tengah otak. Di situlah pusatnya pengendalian yang memerintahkan orang untuk mati atau lapar. Di situ juga tempat dorongan seks dan pelepasan dopamine. Jika zat yang tidak semestinya malah menyusupkan dopamine dan bukan karena alasan alamiah, sistemnya korsleting sehingga tidak lagi membuat keputusan melalui frontal lobe, jadi otak malah sekadar bereaksi.
“Jika dimisalkan sebagai komputer, maka sistem limbic itulah prosesor Intelnya. Kecanduan dimisalkan seperti mencolok obeng tepat ke prosesor itu,” jelasnya.
ConversionConversion EmoticonEmoticon